Home »
» Permainan Gitar Tunggal Khas Sumatera Selatan
Permainan Gitar Tunggal Khas Sumatera Selatan
Keberagaman khasanah berkesenian di Indonesia, salah satunya turut pula menjadi daya tarik minat wisatawan manca negara untuk berkunjung ke tanah air. Di Sumatera Selatan ada seni musik dan lagu yang sering disebut irama "Batanghari Sembilan". Siapapun tahu apa musik Batanghari Sembilan, terutama mereka yang tinggal di Lampung, Palembang dan sekitarnya. Mungkin ada nama Sahilin dengan lagu populer dulu “Bujang Buntu“, atau nama Jeffry yang melantunkan lagu “Kaos Lampu“. Kalau mau tahu bagaimana dan seperti apa lagu Batanghari Sembilan, berikut kami contohkan lirik lagu “Kaos Lampu”
KAOS LAMPU
Judul : Kaos Lampu
Penyanyi: Jeffry &Desy Melfia
Pencipta: Armadi Raga
Bujang :
Becincin Kau Jeriji,
Lang Menari Lawan Kukunye
Payu Bepikir Ni Kau Diri,
Linjang Kujadi Lawan Jodohnye. 2x
Gadis:
Timpe Kemang Sakit Hasenye,
Tambah Bincul Ditimpe Limus
Ngape Dengan Oy Bujang Tue,
Ngintikan Gadis Badan Tekuhus
Bujang:
Bukanye Senang Duduk Ditangge,
Ciri Ku Duduk Jauh Pikiran
Jangan Takut Membujang Tue,
Tue Diluar Mude Didalam. 2x
Gadis:
Ketintang Membawe Taji,
Kemane Ncakah Saungye
Slop Jepang Dikde Tebeli,
Jangan bemance bebini Due. 2x
Bujang:
Aku Nyangke Derian Tinggi.
Rupenye Derian Masak Layu
Aku Nyangke Nak Ngajak Jadi
Aku Yang Tinggal Dibuat Malu. 2x
Gadis:
Ade Antan Masih Nak Lesung,
Nutuk Hebuk Nak Ade Padi
Marak’i Gadis Ngudutlah Puntung,
Pantaslah Saje Gadis Belari. 2x
Bujang:
Terebang Burung Serindit,
Hinggap Diranting Nagke
Biarlah Tue Asal Beduit,
Segale Gadis Galak Gale. 2x
Gadis:
Sangkah Pintau Luluk Keluang,
Tegantung Luk Buah Labu
Oy Mak Mane Gadis Nak Ribang,
Hidangan Midang Bekate Buntu. 2x
Bujang:
Alangkah Panjang Ikuk Sapi,
Sapi Adelah Diseberang
Aku Heran Gadis Mak Ini,
Rate-rate Mate Duitan. 2x
Gadis:
Celane Tukak Jahit Ngan Jahum,
Teculak Buah Cungdire
Bujang Tue Gadis Gi Maklum,
Asak Kelepih Banyak Duitnya.
Bujang:
Kalu Mak Ini Kain Potongan,
Dari Membeli Di Toko Cine
Kalu Mak Ini Pecak Potongan,
Pacaklah Jadi Bujang Tue. 2x
Gadis:
Ikuk Sawe Kepale Sawe,
Melilit Sibemban Burung
Sangkan Dikate Lah Bujang Tue,
Lajulah Buruk Barang Tegantung. 2x
Bujang:
Masih Lemak Sibemban Burung,
Bemban Banyak Dipinggir Laut
Masih Lemak Burung Tegantung
Buruk Tekapar Dimakan Semut. 2x
Gadis:
Jangan Nian Nyeberang,
Kalu Katik Perahu
Gadis & Bujang:
Jangan Mendengar Salah Tanggapan,
Buruk Tegantung Kaos Lampu. 2x
Diantara pelantun Irama Batanghari Sembilan, salah satunya yang sudah cukup terkenal bernama Sahilin. Semasanya, siapa yang tak kenal dia. Mulai dari orang tua hingga anak-anak pernah melihat ia manggung atau hanya sekedar tahu namanya. Bagi masyarakat pendukung Irama Batanghari Sembilan tidaklah asing mendengar nama Sahilin sebagai pelantunnya. Selama lebih kurang tiga puluh lima tahun dia mengabdikan dirinya kepada Irama Batanghari Sembilan menjadikan lelaki ini sebagai ikon pelantun lagu Batanghari Sembilan, Sumatera Selatan.
Kesetiaanya terhadap Irama Batanghari Sembilan itu, sampai dia masih tetap bertahan dan hidup serta menafkahi keluarganya melalui petikan gitar tunggalnya. Tidaklah heran jika dari hasil kerja kerasnya dia telah membeli tanah dan membangun rumah di bilangan kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Gandus, Palembang.
“Uang dari rekaman kaset pertama saya gunakan untuk beli tanah. Kaset kedua untuk membuat rumah panggung kayu. Penghasilan dari kaset ketiga untuk menikah dengan Asma tahun 1977. Penghasilan selanjutnya untuk menghidupi keluarga,” akunya kepada wartawan ketika di wawancarai.
Dengan rasa serta sikap kesetiaan terhadap Irama Batanghari Sembilan itulah, membuat ayah dari tiga orang putra ini sangat dihormati serta dikagumi oleh para penggemarnya. Bahkan, Sahilin sangat menghargai dan memegang janji terhadap para penanggapnya.
Pernah suatu ketika, seorang pegawai dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan menawarkan Sahilin untuk tampil di Jakarta atas keinginan Gubernur Sumatera Selatan, ketika itu dijabat oleh Ir. Syahrial Oesman. Tawaran pegawai Budpar itu ditolak karena pada hari pertunjukan berbenturan dengan acara perkawinan di Palembang. Sementara untuk tampil di acara perkawinan itu Sahilin sudah dipanjer sebesar tiga ratus ribu rupiah. Namun, pegawai Budapr itu tak menyerah, bahkan dia melipatgandakan honornya lebih dari tiga juta. Akan tetapi, Sahilin pun bersikeras menolak. Kejadian seperti itu memang sering dialami Sahilin. Bahkan, dia pernah menolak bayaran lima juta lantaran kesetiaannya terhadap pemesan yang sudah memberi uang muka. Padahal baru dipanjer Rp. 200 ribu.
Tidak banyak memang seorang seniman yang bisa dan berhasil menjalankan kesetiaan terhadap dunia yang digelutinya, kecuali dia memang dilahirkan sebagai seniman sejati sebagaimana Sahilin dalam dunia musik. Atas kesetiaanya itulah, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) memberikan anugerah Maestro Seni Tradisi tahun 2008. Kemudian tahun 2009 dia menerima anugerah Batanghari Sembilan dalam kategori Pengabdian Sepanjang Masa yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Sumatera Selatan.
Sahilin yang dilahirkan di Dusun Benawe, Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ini bisa memetik gitar karena dilatih ayahnya sendiri, Muhammad Saleh yang pernah menjadi tentara musik untuk Jepang. Kemampuannya berpantun sejak dia berusia remaja menjadi penunjang untuk petikan gitar yang memilikan keunikannya tersendiri meski terkesan pentatonis yang berpola empat per empat. “Beruntung aku pacak bergitar, ayahkulah yang ngajarinyo,” kenang Shilin ke masa silamnya.
Masa silamnya memang memprihatinkan, betapa tidak ketika dia beranjak usia lima tahun kedua matanya mengalami kebutaan, sehingga dia merasakan kegelapan. Dalam kebutaan itulah Sahilin berupaya untuk dapat hidup mandiri, meski dia menyadari dia harus dituntun saat bejalan di luar rumah.
Dalam setiap pertunjukan Irama Batanghari Sembilan, Sahilin harus selalu tampil berduet dengan perempuan sebagai pendamping yang sekaligus menghidupkan suasana. “Kalau tampil berdua suasana bisa hidup, apa lagi kalau lagunya penuh humor. Sebab dengan bersahut pantun pendengar bisa lebih mengerti,” kata Sahilin.
Sebut saja Zainab, Robama, Layani, Solbani. Chadijah, dan Misah merupakan pasangan duet yang kerapkali turun naik panggung. Akan tetapi, rekan duet Sahilin itu tidak dapat lama bertahan. Siti Rohmah merupakan pasangan duet yang masih sering diajak ngamen keliling oleh Sahilin. Siti Rohmah yang memiliki vokal melengking ini sejak 1972 sampai puluhan tahun masih bertahan mendampingi Sahilin manggung.
CB Blogger |
|
Post a Comment